Tim CISAH yang disambut baik oleh anggota Mapesa
(Masyarakat Peduli Sejarah Aceh) di Banda Aceh pada akhir bulan juni
2012 bergerak menapaki hamparan daratan indah yang dulunya menjadi salah
satu tempat peradaban Islam tertua yang kemudian harinya menjadi cikal
bakal pemerintahan Kesultanan Aceh Darussalam.
LAMURI, daerah
yang sekarang kita kenal dengan Lamreh (Aceh Besar), menyimpan banyak
bukti yang hingga kini perlu dikaji dan ditelusuri secara mendalam.
Tembikar (puing-puing) bernilai sejarah, makam-makam suci para raja, dan
benteng pertahanannya menjadi sisa-sisa peradaban yang sama sekali
tidak boleh kita lupakan.
SEKILAS TENTANG SEJARAH LAMURI
Dari beberapa literatur yang kita temui, Lamuri memiliki banyak nama, ada yang menyebutnya Lambri, Ramni, dan Lanli. Penulis Tionghoa Zhao Rugua bahkan menyebut Lanwuli untuk Lamuri.
Pada masa itu Lamuri dapat disejajarkan dengan bandar-bandar perdagangan terkenal lainnya di Asia Tenggara seperti Barus, Kota Cina, Kampei di Sumatera Utara, Pasai, Tumasik di Singapura, dan Melaka.
Hingga kemudian pada tahun 1513 Masehi, Kesultanan Lamuri beserta dengan Kerajaan Pase, Daya, Lingga, Pedir (Pidie), Perlak, Benua Tamian, dan Samudra Pasai bersatu menjadi Kesultanan Aceh Darussalam di bawah kekuasaan Sultan Ali Mughayat Syah (1496-1528).
ANCAMAN
Tidak hanya bagi kita para pecinta sejarah. Pemandangan indah dan daratan yang tidak berpenghuni ini ternyata juga mendapat tempat dihati para investor asing. Mereka dengan ambisi besarnya diam-diam sudah membeli tanah ini dari Bupati Aceh Besar dengan harga murah pada tahun 2010, rencananya mereka akan mengubah dan menata tanah bersejarah ini guna menjadikannya lapangan golf yang sama sekali tidak sesuai dengan cita-cita rakyat Aceh.
Apa benar hanya sebatas lapangan golf saja?
Bukti-bukti lain seperti adanya batu fosil yang kita temukan di daerah itu juga menggambarkan tentang kandungan alam yang bernilai mahal. Kabarnya di daerah tersebut pada masa kerajaan Lamuri memang dikenal sebagai tempat produksi emas, perak dan perunggu.
Untuk itu, CISAH, MAPESA, LSM GENBER, ATJEH ETHNIC INSTITUTE dan seluruh RAKYAT ACEH menghimbau kepada pihak BP3, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh agar senantiasa fokus pada pekerjaan yang sedang mereka emban. Tidak hanya Lamreh, tetapi masih banyak tempat-tempat lain di Aceh dengan tinggalan sejarahnya, perlu dijaga dan terus dilestarikan, agar cita-cita kita untuk menjadikan Aceh sebagai WORLD HERITAGE CITY, bisa tercapai dikemudian harinya.
0 Comments:
Post a Comment