Mari kita lihat gambar di bawah ini, seorang turis sedang memperhatikan
papan informasi yang ada di depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.
ada satu kekeliruan, perhatikan tulisan dibawah foto!
Tertulis dalam bahasa Inggris "... It was build in the time of Sultan
Alaidin Mahmudsyah (1992)..." Sepertinya tahun 1992 Aceh sudah menjadi
satu provinsi dalam ikatan Pemerintahan Indonesia, tidak ada kerajaan
lagi pada tahun itu. Saya belum tahu, siapa yang bertanggungjawab
terhadap kekeliruan tahun pada papan informasi disitu.
Baiklah, sekarang kita masuk kedalam gedung Aceh Tsunami Meuseum,
langsung saja ke ruangan pameran photo, perhatikan salah-satu papan
informasi besar dibawah ini:
Sepertinya masyarakat awam juga tahu, bahwa kerajaan Samudra Pasai
dipimpin oleh Sultan Malikussaleh pada abad ke 12, sedangkan Sultan
Iskandar Muda memerintah Kerajaan Aceh Darussalam kurang lebih 350 tahun
setelahnya. Ini sumbernya dari Tim Kajian Isi Meuseum Tsunami NAD.
Entah dari mana mereka memperoleh informasi, mungkin juga mereka buat
asal jadi saja :D
Masih didalam salah-satu ruangan gedung Meuseum Tsunami tadi, tapi
kelihatannya yang ini serius. Sebuah mesin vibrasi yang bisa
menggetarkan kotak raksasa untuk simulasi gempa diletakkan disudut
ruangan pameran foto, sepertinya kotak ini berfungsi sebagai gambaran
untuk wisatawan yang ingin ikut merasakan getaran gempa, tidak ada yang
aneh dari kotak itu. Ketika kita masuk, dan mesin dinyalakan, kepala
kita akan pening karena lantai yang mulai bergoyang. Tapi... tahukah
kita mengenai gambar-gambar yang ditempel pada dinding bagian
didalamnya? ini dia!
Gambar-gambar terkait paganisme dan pemujaan terhadap dewa-dewa
terpampang jelas didepan mata kita. Ketika kita sedang merasa pening
karena goyangan mesin, maka gambar itu menjadi pemandangan yang akan
melekat kuat dalam ingatan, dan bisa menyebabkan gangguan pada pikiran.
Ini baru beberapa kesan negatif yang saya temukan, selanjutnya mari
kita tinjau bersama di beberapa tempat yang lain, dan segala kesalahan
bisa kita perbaiki dikemudian harinya.
Foto & Deskripsi: Mawardi Ismail Al-Asyi
0 Comments:
Post a Comment