728x90 AdSpace

Latest News

Aceh tak pernah berontak kepada NKRI

Di dalam buku-buku pelajaran sejarah dan media massa nasional, beberapa tahun sebelum terciptanya perdamaian di Aceh, kita sering mendengar istilah pemberontakan rakyat Aceh’ atau ‘pemberontakan Aceh’ terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sejak zaman kekuasaan Bung Karno hingga presiden-presiden penerusnya, sejumlah kontingen’ pasukan dari berbagai daerah terutama dari jawa dikirim ke Aceh untuk ‘memadamkan’ pemberontakan ini.

Kita seakan menerima begitu saja istilah ‘pemberontakan' yang dilakukan Aceh terhadap NKRI.Namun tahukah kita bahwa istilah tersebut sesungguhnya bias dan kurang tepat? Karena sesungguhnya (dan ini fakta sejarah) bahwa Aceh sebenarnya tidak pernah berontak pada NKRI, namun menarik kembali kesepakatannya dengan NKRI. Dua istilah ini, “berontak” dengan “menarik kesepakatan” merupakan dua hal yang sangat berbeda. Sudah Merdeka Sebelum NKRI Lahir NKRI secara resmi baru merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Sedangkan Aceh sudah berabad-abad sebelumnya merdeka, memiliki hukum kenegaraan (Qanun) nya sendiri, menjalin persahabatan dengan negeri-negeri seberang lautan, dan bahkan pernah menjadi bagian (protektorat) dari Kekhalifahan Islam Tuki Utsmaniyah.

Jadi, bagaimana bisa sebuah negara yang merdeka dan berdaulat sejak abad ke-14 Masehi, bersamaan dengan pudarnya kekuasaan Kerajaan Budha Sriwijaya, dianggap memberontak pada sebuah Negara yang baru merdeka di abad ke 20? Aceh merupakan negara berdaulat yang sama sekali tidak pernah tunduk pada penjajah Barat. Penjajah Belanda pernah dua kali mengirimkan pasukannya dalam jumlah yang amat besar untuk menyerang dan menundukkan Aceh, namun keduanya menemui kegagalan, walau dalam serangan yang terakhir Belanda bisa menduduki pusat-pusat negerinya. Sejak melawan Portugis hingga VOC Belanda,yang ada di dalam dada rakyat Aceh adalah mempertahankan marwah, harga diri dan martabat, Aceh Darussalam sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat berdasarkan Qanun Meukuta Alam yang bernafaskan Islam.

Saat itu, kita harus akui dengan jujur, tidak ada dalam benak rakyat Aceh soal yang namanya membela Indonesia. Sudah ratusan tahun, berabad-abad Kerajaan Aceh Darussalam berdiri dengan tegak bahkan diakui oleh dunia Timur dan Barat sebagai “Negara” yang merdeka dan berdaulat.Istilah “Indonesia” sendiri baru saja lahir di abad ke-19. Jika diumpamakan dengan manusia, maka Aceh Darussalam adalah seorang manusia dewasa yang sudah kaya dengan asam-garam kehidupan, kuat, dan mandiri, sedang “Indonesia” masih berupa jabang bayi yang untuk makan sendiri saja belumlah mampu melakukannya. Banyak literatur sejarah juga lazim menyebut orang Aceh sebagai “Rakyat Aceh”, tapi tidak pernah menyebut hal yang sama untuk suku-suku lainnya di Nusantara. Tidak pernah sejarah menyebut orang Jawa sebagai rakyat Jawa, orang Kalimantan sebagai rakyat Kalimantan, dan sebagainya. Yang ada hanya rakyat Aceh. Karena Aceh sedari dulu memang sebuah bangsa yang sudah merdeka dan berdaulat.

Dipersatukan Oleh Akidah Islamiyah Kesediaan rakyat Aceh mendukung perjuangan bangsa Indonesia, bahkan dengan penuh keikhlasan menyumbangkan segenap sumber daya manusia dan hartanya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia lebihdari daerah mana pun di seluruh nusantara,adalah semata-mata karena rakyat Aceh merasakan ikatan persaudaraan dalam satu akidah dan satu iman dengan rakyat Indonesia yang mayoritas Muslim. Ukhuwah Islamiyah inilah yang mempersatukan rakyat Aceh dengan bangsa Indonesia. Apalagi Bung Karno dengan berlinang airmata pernah berjanji bahwa untuk Aceh, Republik Indonesia akan menjamin dan memberi kebebasan serta mendukung penuh pelaksanaan syariat Islam di wilayahnya. Sesuatu yang memang menjadi urat nadi bangsa Aceh.

Namun sejarah juga mencatat bahwa belum kering bibir Bung Karno mengucap, janji yang pernah dikatakannya itu dikhianatinya sendiri. Bahkan secara sepihak hak rakyat Aceh untuk mengatur dirinya sendiri dilenyapkan. Aceh disatukan sebagai Provinsi Sumatera Utara. Hal ini jelas amat sangat menyinggung harga diri rakyat Aceh. Dengan kebijakan ini, pemerintah Jakarta sangat gegabah karena sama sekali tidak memperhitungkan sosio-kultural dan landasan historis rakyat Aceh. Bukannya apa-apa, ratusan tahun lalu ketika masyarakat Aceh sudah sedemikian makmur, ilmu pengetahuan sudah tinggi, dayah dan perpustakaan sudah banyak menyebar seantero wilayah, bahkan sudah banyak orang Aceh yang menguasai bahasa asing lebih dari empat bahasa, di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Provinsi Sumatera Utara pada waktu itu, manusia-manusia yang mendiami wilayah itu masih berperadaban purba

Masih banyak suku-suku kanibal, belum mengenal buku, apa lagi baca-tulis. Hanya wilayah pesisir yang sudah berperadaban karena bersinggungan dengan para pedagang dari banyak negeri. Saat perang mempertahankan kemerdekaan melawan Belanda pun, bantuan dari Aceh berupa logistik dan juga pasukan pun mengalir ke Medan Area. Bahkan ketika arus pengungsian dari wilayah Sumatera tara masuk ke wilayah Aceh,rakyat Aceh menyambutnya dengan tangan terbuka dan tulus. Jadi jelas, ketika Jakarta malah melebur Aceh menjadi Provinsi Sumatera Utara, rakyat Aceh amat tersinggung.

Tak mengherankan jika rakyat Aceh, dipelopori PUSA dengan Teungku Daud Beureueh, menarik kembali janji kesediaan bergabung dengan Republik Indonesia di tahun 1953 dan lebih memilih untuk bergabung dengan Negara Islam Indonesia (NII) yang lebih dulu diproklamirkan S.M. Kartosuwiryo di Jawa Barat. Ini semata-mata demi kemaslahatan dakwah dan syiar Islam. Dengan logika ini, Aceh bukanlah berontak atau separatis, tapi lebih tepat dengan istilah: menarik kembali kesediaan bergabung dengan republik karena tidak ada manfaatnya. Pandangan orang kebanyakan bahwa Teungku Muhammad Daud Beureueh dan pengikutnya tidak nasionalis adalah pandangan yang amat keliru dan a-historis. Karena sejarah mencatat dengan tinta emas betapa rakyat Aceh dan Daud Beureueh menyambut kemerdekaan Indonesia dengan gegap-gempita dan sumpah setia, bahkan dengan seluruh sisa-sisa kekuatan yang ada berjibaku mempertahankan kemerdekaan negeri ini menghadapi rongrongan konspirasi Barat.

Cara Pandang ‘Majapahitisme’ Mengatakan Aceh pernah melakukan pemberontakan terhadap NKRI merupakan cara pandang yang berangkat dari paradigma ‘ Majapahitisme’. Bukan hal yang perlu ditutup-tutupi bahwa cara pandang Orde Lama maupun Baru selama ini terlalu Majapahitisme ’ atau Jawa sentris, semua dianggap sama dengan kultur Jawa Hindu. Bahkan simbol-simbol negara pun diistilahkan dengan istilah-istilah sansekerta, yang kental pengaruh Hindu dan paganisme yang dalam akidah Islam dianggap sebagai syirik, mempersekutukan Allah SWT dan termasuk dosa yang tidak terampunkan. Bukankah suatu hal yang amat aneh, suatu negeri mayoritas Islam terbesar dunia tapi simbol negaranya sarat dengan istilah Hindu. Ini merupakan suatu bukti tidak selarasnya aspirasi penguasa dengan rakyatnya. Padahal Islam tidak mengenal, bahkan menentang mistisme atau hal-hal berbau syirik lainnya. Rakyat Aceh sangat paham dan cerdas untuk menilai bahwa hal-hal seperti ini adalah sesuatu yang tidak bisa diterima.

Sosio-kultural raja-raja Jawa sangat kental dengan nuansa Hinduisme. Raja merupakan titisan dewa, suara raja adalah suara dewa. Sebab itu, di Jawa ada istilah “Sabda Pandhita Ratu” yang tidak boleh dilanggar. Raja di Jawa biasa berbuat seenaknya, bisa menciptakan peraturanya sendiri dan tidak ada yang protes ketika dia melanggarnya. Malah menurut beberapa literatur sejarah, ada raja-raja di Jawa yang memiliki hak untuk “mencicipi keperawanan” setiap perempuan yang disukainya di dalam wilayah kekuasaannya. Jadi, ketika malam pengantin, mempelai perempuan itu bukannya tidur dengan sang mempelai laki, tetapi dengan rajanya dulu untuk dicicipi, setelah itu baru giliran sang mempelai lelaki. Ini sangat bertentangan dengan sosio-kultural para Sultan dan Sultanah di Kerajaan Aceh Darussalam. Dalam Islam, penguasa adalah pemegang amanah yang wajib mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hari akhir kelak kepada Allah SWT.

Kerajaan Aceh Darussalam saat diperintah oleh Sultan Iskandar Muda telah memiliki semacam Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Permusyawaratan Rakyat (DPR-MPR) yang hak dan kewajibannya telah di atur dalam ‘Konstitusi Negara” Qanun Meukota Alam. Ada pula Dewan Syuro yang berisikan sejumlah ulama berpengaruh yang bertugas menasehati penguasa dan memberi arahan-arahan diminta atau pun tidak. Aceh juga telah memiliki penguasa-penguasa lokal yang bertanggung-jawab kepada pemerintahan pusat. Jadi, seorang penguasa di Kerajaan Aceh Darussalam tidak bisa berbuat seenaknya, karena sikap dan tindak-tanduknya dibatasi oleh Qanun Meukuta Alam yang didasari oleh nilai-nilai Quraniyah.

Jadi, jelaslah bahwa sosio-kultur antara Aceh dengan kerajaan-kerajaan Hindu amat bertolak-belakang. Aceh bersedia mendukung dan menyatukan diri dengan NKRI atas bujukan Soekarno, semata-mata karena meyakini tali ukhuwah Islamiyah. Namun ketika Aceh dikhianati dan bahkan di masa Orde Lama maupun Orde Baru diperah habis-habisan seluruh sumber daya alamnya, disedot ke Jawa, maka dengan sendirinya Aceh menarik kembali kesediaannya bergabung dengan NKRI. Aceh menarik kembali kesepakatannya, bukan memberontak. Ini semata-mata karena kesalahan yang dilakukan “Pemerintah Jakarta” terhadap Aceh.

Dan ketika Aceh sudah mau bersatu kembali ke dalam NKRI, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) bersedia meletakkan senjatanya dan memilih jalan berparlemen, Aceh sekarang dipimpin seorang putera daerahnya lewat sebuah pemilihan yang sangat demokratis, maka sudah seyogyanya NKRI memperlakukan Aceh dengan adil dan proporsional. Puluhan tahun sudah Aceh menyumbangkan kekayaannya untuk kesejahteraan seluruh Nusantara, terutama Tanah Jawa, maka sekarang sudah saatnya “Jawa” membangun Aceh. Mudah-mudahan ‘kesepakatan’ ini bisa menjadi abadi, semata-mata dipeliharanya prinsip-prinsip keadilan dan saling harga-menghargai.

(Rz)m.eramuslim.com
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

5 Comments:

hafszach said... Sunday, 25 December, 2011

Demi Allah Dan Rasul.. Kami Anak2 Melayu Malaysia berdoa ke khadrat Allah s.w.t dan menyokong agar Negara Acheh Darussalam agar menjadi Daulah Islamiah yang kuat dan berpengaruh di rantau asian seperti mana Mandat yang pernah diberikan oleh Khilafah Empayar Othmaniah sejak kurun ke- 14 dahulu...

Amin.. Amin.. Ya.. Rabbal alamin..

hafszach said... Sunday, 25 December, 2011

PERJERNIHAN MINDA TERHADAP SEJARAH UMAT ISLAM YG DI SELEWENGKAN OLEH PIHAK YAHUDI DAN NASARA KE ATAS UMAT ISLAM DI KEPULAUAN MELAYU...

Bahagian 1.

Mari kita menelusuri sejarah betapa busuknya hati golongan Mamak Keling Pariah ( India Muslim yang datang ke melaka )yang datang merempat ke tanah melayu...

Sejak Zaman Kerajaan Melayu melaka... kini mereka bagaikan " Kaduk naik junjung " lebih melayu dari bangsa melayu sendiri...

Lihatlah betapa Aneh dan dangkalnya pemikiran bangsa melayu sehingga kini diperbodoh2kan oleh golongan Mamak Keling Pariah ini..

Mari kita imbas kembali sejarah nenek moyang bangsa melayu bila mana mereka menerima apa sahaja hujah2 dan auta Keling ( penipuan ) golongan mamak yang suatu ketika dahulu di zaman Kegemilangan Kerajaan Melayu Melaka..

Sedarlah bahawasanya Golongan Mamak ini pernah menjadi duri dalam daging bagi menghasut pihak istana, para pembesar melayu dan sultan melaka bagi menjemput portugis utk menghancurkan Empayar Melaka kerana tidak mahu tunduk dgn Negara Acheh Darussalam bagi melaksanakan hukum Hudud atas arahan Khalifah Islam Empayar Othmaniah di turkey...

( sila rujuk sejarah Acheh Darussalam yg pernah diamanahkan oleh khalifah islam Othmaniah bagi memantau negara2 samudra selatan agar mereka teguh dalam melaksanakan hukum Allah bila berhukum ) - Rujukan boleh dibuat di negara Turkey..

Cuba bayangkan Bagaimana muslihat golongan mamak sehingga boleh mengaburi mata dan akal fikiran para pembesar2 melayu dan sultan melaka.. sehinggakan mereka tersilap percaturan dgn menjemput pihak musuh2 islam ( Portugis ) bagi mempertahankan Kerajaan melayu Melaka daripada diasak bagi memenuhi tuntutan Khalifah Islam Empayar Othmaniah agar kerajaan melayu melaka kembali melaksakan hukum Hudud seperti mana yang pernah di lakukan oleh sultan Alaudin Ra`ayat Shah dgn memperkenalkan hukum kanun jeyanah syariah Negeri Melaka..

Semata2 kerana takut utk tunduk dgn hukum Allah - Para pembesar melayu dan sultan yang banyak melakukan kemungkaran ketika itu ( Rasuah, melarikan anak isteri org, membunuh rakyat jelata sesuka hati, melakukan perniagaan haram, cukai dan riba, mengutip ufti, mendera rakyat jelata, memiliki gundik2, perempuan simpanan, gemar berpesta2 hiburan dgn wanita dan arak serta macam2 lagi kebejatan dan pelbagai maksiat lainnya )...

Bayangkan bagai mana Empayar Melaka yang begitu GAH boleh musnah dalam sekelip mata. sedangkan Melaka mempunyai kekuatan tentera lautnya.. Tetapi sayangnya org yg diamanahkan utk menjaga perairan selat Melaka adalah seorang penkhianat yg bernama Laksamana Khahoja Hassan ( mamak )...

hafszach said... Sunday, 25 December, 2011

BAHAGIAB 2.

Yang membocorkan startegi perang dan kekuatan serta kelemahan Melaka ke tangan Portugis juga seorang Mamak yang di kenali sebagai Dato Mandaliar ...

Yang membocorkan segala pelan2 kota melaka secara sulit kepada Portugis juga adalah seorang anak mamak yang benara si kitul.. baruah ini jugalah yang membuka pintu kota Melaka bagi memudahkan tentera Portugis masuk menyerang melaka..

Persoalannya apakah angkatan laut kerajaan islam Aceh tidak mengetahui kedatangan bala tentera Portugis bagi menyerang Melaka.. ?? kerana laluan Kapal2 perang Portugis jika ingin memasuki selat melaka harus masuk mengikut persisiran laut Aceh Darussalam...

Di sinilah peranan jahat lagi munafik Laksama Khahoja Hassan ( Mamak Keling Pariah ) yang diberikan amanah utk menjaga selat Melaka.. beliau bermain wayang di hadapan angkatan tentera acheh yang mengawal selat melaka di sebelah perisiran mereka... bila membenarkan Portugis masuk melalui jalan persisiran selat melaka...

Bayangkan juga bagai mana mungkin Portugis boleh masuk ke selat Melaka tanpa sebarang tentangan sedangkan mereka dihimpit dari lebih empat penjuru kerajaan islam yang besar yg bernaung di bawah kepimpinan khalifah islam di turkey. kerajaan islam Aceh Darussalam, kerajaan islam Melaka, kerajaan islam Demak dan berberapa wilayah islam yang berada di sepanjang persisir pulau sumatera..

Portugis tidak akan mempu melarikan diri jika mereka diserang dari segenap penjuru di selat melaka yang sempit itu..

Mari renungkan bagai mana mungkin portugis berani menyerang laluan yang sesak di selat Melaka dgn pelbagai kapal dangangan dari negara2 arab, india dan china. umum mengetahui bahawa Melaka menyediakan tempat2 penginapan yang banyak utk para pedangang berserta dgn soldadu negara masing2..

Angkatan tentera dari Negara China difahamkan adalah yg terbesar sekali bila mengiringi kapal2 dagang mereka ke Melaka.. sehinggakan mereka diberikan tanah oleh Sultan Malaka utk menjadi tempat tinggal bila mereka datang berdagang... ramai angkatan tentera negara China yang menetap di Malaka selama setahun kemudianya mereka akan pulang kembali ke tanah besar china ( mengikut tiupan angin monsun ) untuk digantikan dgn tentara yang lainnya mengikut pusingan giliran masing2

Jika portugis menyerang melaka bagaimana dgn kapal2 dagang tersebut. mereka juga akan turut sama musnah..

Apakah Negara2 seperti arab, india dan china ( yang terkenal dgn kekuatan bala tenteranya di darat mahu pun di lautan boleh melihat sahaja apa yang dilakukan oleh pihak portugis ke atas kapal2 dagangan mereka. )..

Apakah kerajaan negara China akan memejamkan mata melihat semua itu berlaku... apakah Maharaja china akan berdiam diri dgn membiarkan sahaja kapal2 dagangannya menangung kerugian yang pasti amat besar... Langsung tidak masuk akal bukan..

hafszach said... Sunday, 25 December, 2011

BAHAGIAB 2.

Yang membocorkan startegi perang dan kekuatan serta kelemahan Melaka ke tangan Portugis juga seorang Mamak yang di kenali sebagai Dato Mandaliar ...

Yang membocorkan segala pelan2 kota melaka secara sulit kepada Portugis juga adalah seorang anak mamak yang benara si kitul.. baruah ini jugalah yang membuka pintu kota Melaka bagi memudahkan tentera Portugis masuk menyerang melaka..

Persoalannya apakah angkatan laut kerajaan islam Aceh tidak mengetahui kedatangan bala tentera Portugis bagi menyerang Melaka.. ?? kerana laluan Kapal2 perang Portugis jika ingin memasuki selat melaka harus masuk mengikut persisiran laut Aceh Darussalam...

Di sinilah peranan jahat lagi munafik Laksama Khahoja Hassan ( Mamak Keling Pariah ) yang diberikan amanah utk menjaga selat Melaka.. beliau bermain wayang di hadapan angkatan tentera acheh yang mengawal selat melaka di sebelah perisiran mereka... bila membenarkan Portugis masuk melalui jalan persisiran selat melaka...

Bayangkan juga bagai mana mungkin Portugis boleh masuk ke selat Melaka tanpa sebarang tentangan sedangkan mereka dihimpit dari lebih empat penjuru kerajaan islam yang besar yg bernaung di bawah kepimpinan khalifah islam di turkey. kerajaan islam Aceh Darussalam, kerajaan islam Melaka, kerajaan islam Demak dan berberapa wilayah islam yang berada di sepanjang persisir pulau sumatera..

Portugis tidak akan mempu melarikan diri jika mereka diserang dari segenap penjuru di selat melaka yang sempit itu..

Mari renungkan bagai mana mungkin portugis berani menyerang laluan yang sesak di selat Melaka dgn pelbagai kapal dangangan dari negara2 arab, india dan china. umum mengetahui bahawa Melaka menyediakan tempat2 penginapan yang banyak utk para pedangang berserta dgn soldadu negara masing2..

Angkatan tentera dari Negara China difahamkan adalah yg terbesar sekali bila mengiringi kapal2 dagang mereka ke Melaka.. sehinggakan mereka diberikan tanah oleh Sultan Malaka utk menjadi tempat tinggal bila mereka datang berdagang... ramai angkatan tentera negara China yang menetap di Malaka selama setahun kemudianya mereka akan pulang kembali ke tanah besar china ( mengikut tiupan angin monsun ) untuk digantikan dgn tentara yang lainnya mengikut pusingan giliran masing2

Jika portugis menyerang melaka bagaimana dgn kapal2 dagang tersebut. mereka juga akan turut sama musnah..

Apakah Negara2 seperti arab, india dan china ( yang terkenal dgn kekuatan bala tenteranya di darat mahu pun di lautan boleh melihat sahaja apa yang dilakukan oleh pihak portugis ke atas kapal2 dagangan mereka. )..

Apakah kerajaan negara China akan memejamkan mata melihat semua itu berlaku... apakah Maharaja china akan berdiam diri dgn membiarkan sahaja kapal2 dagangannya menangung kerugian yang pasti amat besar... Langsung tidak masuk akal bukan..

hafszach said... Sunday, 25 December, 2011

BAHAGIAN 3.


Sebenarnya sebahagian tentera Portugis telah masuk secara beramai2 ke dalam negeri Melaka atas kebenaran sultan dan para pembesar2 melayu secara sulit di waktu malam beberapa hari sebelum melaka diserang kerana termakan dgn nasihat Mamak Keling Pariah. Lantas tanpa disangka2 pihak portugis telah mengunakan Rakyat melaka ( sebagai benteng manusia ) bagi menahan serangan yg Maha hebat dan bertalu2 dari tentera2 Aceh darussalam, tentera kerajaan islam Demak dan juga tentera2 islam lainya ratusan ribu umat islam Melaka mati begitu sahaja..akibat kebodohan sultan dan pembesar melayu Melaka ketika itu..

Setelah para tentera islam mengetahui bahawa Portugis mengunakan Taktik kotor dgn meletakkan batang tubuh umat islam Melaka sebagai benteng perang lantas mereka mengendurkan serangan dan mulai berundur.

Ketika keadaan semakin genting lalu para pembesar2 melaka bersama sultan melaka telah melarikan diri ke selatan melaka ( negeri johor )dgn menginggalkan negeri Melaka dan Rakyatnya hancur Musnah...

* Ahli sejarah Malaysia telah melakukan pembohongan yg jijik bila mengatakan Melaka kalah di tangan Portugis kerana Melaka mengunakan tentera upahan dari tanah jawa yg tidak setia utk mempertahankan Melaka kerana mereka bukannya anak jati Melaka..

Item Reviewed: Aceh tak pernah berontak kepada NKRI Rating: 5 Reviewed By: el asyi